Selamat Datang ke Portal Rasmi Raudhatul Huda~Membentuk Remaja Acuan Al-Quran~
Cinta ALLAH dan RASULULLAH -Semoga dapat mengambil istifadah dan manfaat dari laman ini-

iklan RAUDHATUL HUDA

Saturday, March 26, 2011

'Keseriusan anda adalah bergantung pada kadar apa yang kamu sibukkan'

Biarlah amal itu bersandar pada iman. Iman kita subur dengan gerak kerja da'wah, bila segala-galanya hanya untuk da'wah. Dengan itu amal berkadar terus seiringan kekuatan iman. Usah lagi risau dengan kekontangan amal, andai iman sentiasa dibasahi dengan tarbiyyah, disuburi dengan gerak yang tidak pernah ada putusnya.

Da'wah yang kita tujukan kepada umat Islam ialah mengajak mereka merasai tanggungjawab besar yang diletakkan di bahu mereka apabila mereka mendakwa mereka berIMAN dengan Allah dan akhirat, dan apabila mereka mengaku akur dengan segala perintah Allah dan RasulNya...

[Syeikh Abul al-'Ala al-Maududiyy]


Mutabaah bukan amal kosong. Mutabaah amal perlu menjadi benih yang menyuburkan rasa istiqomah, meningkatkan darjat mujahadah.

Rasa sunyi tidak patut membuatkan amal goyah. Kiranya betul imannya, maka akan betul caranya. Masakan uzlah itu satu pengesyoran membaik pulih amal, padahal uzlah menuju kesunyian, tapi pada kebenarannya ia membina riuhnya iman.

Belum lagi cuti, tapi rasa risau. Bukan risaukan mutarobbi sahaja, tapi lebih-lebih lagi pada diri sendiri.

Akhi! tarbiyyah zatiyah mesti on selalu. Ingat tu, TZ!


Mutabaah bukan amal kosong. Isinya mutabaah amal itu adalah jawapan kepada persoalan, untuk apa aku hidup dalam tarbiyyah? Itu hasilnya liqa' tarbawi yang kita selusuri, yang kita perah untuk mendapatkan hasilnya. Jika tidak, liqa' kita hanya tidak lari seperti kelas-kelas agama, duduk-duduk, sembang-sembang. Tiada manfaat. Catitan mutabaah amal sekadar catitan kedatangan yang tiada ertinya.

Jauh di sudut hati, kita tanam cita-cita tinggi. Jadikan cuti ini manfaatnya bukan pada perut-perut yang bakal kekenyangan, pada mata-mata yang lagha dengan tatapan hiburan dan nafsu. Tapi cuti ini satu medan amal yang luasnya perlu diisi dengan kesungguhan!

Fastaqim kama umirta... Hembusan satu azam. Dengan izinNya.



'Hammuka ala qadari ma ahammak'

'Keseriusan anda adalah bergantung pada kadar apa yang kamu sibukkan'

Tuesday, March 8, 2011

UMAR ABDUL AZIZ

Saat itu tengah malam di kota Madinah. Kebanyakan warga kota sudah tidur. Umar bin Khatab r.a. berjalan menyelusuri jalan-jalan di kota. Dia coba untuk tidak melewatkan satupun dari pengamatannya. Menjelang dini hari, pria ini lelah dan memutuskan untuk beristirahat. Tanpa sengaja, terdengarlah olehnya percakapan antara ibu dan anak perempuannya dari dalam rumah dekat dia beristirahat.

“Nak, campurkanlah susu yang engkau perah tadi dengan air,” kata sang ibu.
“Jangan ibu. Amirul mukminin sudah membuat peraturan untuk tidak menjual susu yang dicampur air,” jawab sang anak.
“Tapi banyak orang melakukannya Nak, campurlah sedikit saja. Tho insyaallah Amirul Mukminin tidak mengetahuinya,” kata sang ibu mencoba meyakinkan anaknya.
“Ibu, Amirul Mukminin mungkin tidak mengetahuinya. Tapi, Rab dari Amirul Mukminin pasti melihatnya,” tegas si anak menolak.
Mendengar percakapan ini, berurailah air mata pria ini. Karena subuh menjelang, bersegeralah dia ke masjid untuk memimpin shalat Subuh. Sesampai di rumah, dipanggilah anaknya untuk menghadap dan berkata, “Wahai Ashim putra Umar bin Khattab. Sesungguhnya tadi malam saya mendengar percakapan istimewa. Pergilah kamu ke rumah si anu dan selidikilah keluarganya.”

Ashim bin Umar bin Khattab melaksanakan perintah ayahndanya yang tak lain memang Umar bin Khattab, Khalifah kedua yang bergelar Amirul Mukminin. Sekembalinya dari penyelidikan, dia menghadap ayahnya dan mendengar ayahnya berkata,
“Pergi dan temuilah mereka. Lamarlah anak gadisnya itu untuk menjadi isterimu. Aku lihat insyaallah ia akan memberi berkah kepadamu dan anak keturunanmu. Mudah-mudahan pula ia dapat memberi keturunan yang akan menjadi pemimpin bangsa.”

Begitulah, menikahlah Ashim bin Umar bin Khattab dengan anak gadis tersebut. Dari pernikahan ini, Umar bin Khattab dikaruniai cucu perempuan bernama Laila, yang nantinya dikenal dengan Ummi Ashim. Suatu malam setelah itu, Umar bermimpi. Dalam mimpinya dia melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka. Pemuda ini memimpin umat Islam seperti dia memimpin umat Islam. Mimpi ini diceritakan hanya kepada keluarganya saja. Saat Umar meninggal, cerita ini tetap terpendam di antara keluarganya.

Pada saat kakeknya Amirul Mukminin Umar bin Khattab terbunuh pada tahun 644 Masehi, Ummi Ashim turut menghadiri pemakamannya. Kemudian Ummi Ashim menjalani 12 tahun kekhalifahan Ustman bin Affan sampai terbunuh pada tahun 656 Maserhi. Setelah itu, Ummi Ashim juga ikut menyaksikan 5 tahun kekhalifahan Imam Ali bin Abi Thalib r.a. Hingga akhirnya Muawiyah berkuasa dan mendirikan Dinasti Umayyah.

Pergantian sistem kekhalifahan ke sistem dinasti ini sangat berdampak pada Negara Islam saat itu. Penguasa mulai memerintah dalam kemewahan. Setelah penguasa yang mewah, penyakit-penyakit yang lain mulai tumbuh dan bersemi. Ambisi kekuasaan dan kekuatan, penumpukan kekayaan, dan korupsi mewarnai sejarah Islam dalam Dinasti Umayyah. Negara bertambah luas, penduduk bertambah banyak, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang, tapi orang-orang semakin merindukan ukhuwah persaudaraan, keadilan dan kesahajaan Ali, Utsman, Umar, dan Abu Bakar. Status kaya-miskin mulai terlihat jelas, posisi pejabat-rakyat mulai terasa. Kafir dhimni pun mengeluhkan resahnya, “Sesungguhnya kami merindukan Umar, dia datang ke sini menanyakan kabar dan bisnis kami. Dia tanyakan juga apakah ada hukum-hukumnya yang merugikan kami. Kami ikhlas membayar pajak berapapun yang dia minta. Sekarang, kami membayar pajak karena takut.”

Kemudian Muawiyah membaiat anaknya Yazid bin Muawiyah menjadi penggantinya. Tindakan Muawiyah ini adalah awal malapetaka dinasti Umayyah yang dia buat sendiri. Yazid bukanlah seorang amir yang semestinya. Kezaliman dilegalkan dan tindakannya yang paling disesali adalah membunuh sahabat-sahabat Rasul serta cucunya Husein bin Ali bin Abi Thalib. Yazid mati menggenaskan tiga hari setelah dia membunuh Husein.

Akan tetapi, putra Yazid, Muawiyah bin Yazid, adalah seorang ahli ibadah. Dia menyadari kesalahan kakeknya dan ayahnya dan menolak menggantikan ayahnya. Dia memilih pergi dan singgasana dinasti Umayah kosong. Terjadilah rebutan kekuasaan dikalangan bani Umayah. Abdullah bin Zubeir, seorang sahabat utama Rasulullah dicalonkan untuk menjadi amirul mukminin. Namun, kelicikan mengantarkan Marwan bin Hakam, bani Umayah dari keluarga Hakam, untuk mengisi posisi kosong itu dan meneruskan sistem dinasti. Marwan bin Hakam memimpin selama sepuluh tahun lebih dan lebih zalim daripada Yazid. 

Wednesday, March 2, 2011

MISI DAN VISI RAUDHATUL HUDA



VISI : Melahirkan insan-insan mulia yang mencintai ALLAH di tempat pertama.

MISI : Menerapkan nilai-nilai tuntutan La ilaha illaLLAH dalam diri